Sabtu, 31 Juli 2010

Ayah

Ini adalah sepenggal kisah tentang ayahku, yang sampai saat ini menjadi salah satu inspirasi dan motivasiku dalam menjalankan kehidupan dan untuk meraih impianku.

Beliau terlahir di sebuah desa kecil dan dilahirkan dari seorang petani penggarap. Setiap hari ayah kecil selalu harus berkonsentrasi dan membagi waktu untuk sekolah dan membantu ayahnya di sawah.

Ayahku hidup dalam keluarga besar yang semasa kecilnya hidup dalam kesulitan, tetapi ayah selalu tegar dalam menjalani kehidupannya sesulit apapun kondisi yang dialaminya saat itu.

Setelah lulus sekolah SMP saat usia belum genap 16 tahun beliau memberanikan diri merantau ke Jakarta dengan harapan dapat mengubah nasib hidupnya agar tidak terus menikmati kesulitan, dengan berbekal alamat kakaknya yang sudah lebih dulu bekerja di Jakarta sebagai seorang Polisi.

Dengan sedikit uang yang beliau kumpulkan dan dengan sejuta harapan, ayahku pergi meninggalkan kampung halaman menuju Jakarta dengan menggunakan kereta api ekonomi. Selama perjalanan beliau selalu terbayang dengan kehidupan orangtua dan saudaranya yang masih berada di kampung dan harapannya dapat meraih sukses di ibu kota, sampai akhirnya beliau terlelap tidur selama di perjalanan.

Delapan jam perjalanan Purwekerto ~ Jakarta akhirnya membangunkan ayahku dari tidurnya saat kereta api tiba di stasiun Senen. betapa bahagianya beliau saat tiba dan melihat Ibu Kota tetapi betapa terkejutnya beliau saat mengetahui bahwa seluruh bekal dan bawaanya untuk hidup di Jakarta telah raib (hilang) entah di mana, berusaha keras ayahku sibuk mencari-cari tas dan bawaannya yang hilang tetapi makin lama beliau mencari hanya ditemukan seluruh gerbong kereta api yang sepi karena seluruh penumpang telah bergegas pergi.

Rasa sedih, putus asa, kecewa dan bayangan orang tua menerawang pilu dalam pikirannya, akhirnya dengan sisa tenaga dan semangatnya beliau keluar dari stasiun Senen menuju Grogol (kediaman Kakanya) dengan berjalan kaki.

Beberapa jam berjalan kaki akhirnya beliau sampai di rumah kakaknya. Kedatangannya tidaklah disambut suka cita melainkan disambut dengan ocehan dan nasehat karena kecerobohan ayahku yang datang tanpa membawa bekal untuk hidup.

Hari berganti hari, minggu berganti minggu akhirnya ayahku berhasil memperoleh pekerjaan sebagai teknisi lepas di Stasiun Senen yang telah membawa kenangan pahit dalam hidupnya dan dengan upah yang sangat rendah tetapi bagi beliau cukup untuk menyambung hidup dan sekedar untuk makan.

Setelah beberapa bulan bekerja sebagai seorang teknisi, menyadarkan ayahku bahwa pekerjaan itu bukanlah akhir untuk menjalani hidupnya, tanpa sengaja ayahku menemukan selembar koran bekas yang di dalamnya terdapat info penerimaan tenaga militer TNI. Pada saat itu di dalam benaknya sudah terlintas sepercik harapan untuk dapat memperbaiki kehidupannya, dengan restu Kakaknya akhirnya ayahku diperkenankan untuk mendaftar sebagai prajurit TNI.

Dengan sedikit susah payah karena beliau belum cukup umur untuk melamar sebagai prajurit TNI dan sedikit pemalsuan identitas diri, Alhamdulillah..., akhirnya ayahku diterima sebagai seorang Bintara TNI dengan pangkat Sersan Dua.

Kehidupannya berangsur-angsur membaik, harapan dan Do'anya seolah telah didengar olehNYa sampai akhirnya ayahku mempersunting Ibuku, teman satu desa yang sangat cantik (terlihat dari photonya) dan beliau kini telah memiliki rumah kecil dan sederhana di Jakarta.

Kehidupan dan karier militer ayahku tidaklah begitu indah, bahkan saat usiaku 1 tahun ayahku harus memperjuangkan hidup keluarga dan nyawanya untuk bertempur di medan perang (Timor-Timur). Alhamdulillah dua tahun di Timor-timur ayahku pulang kembali ke Jakarta dengan selamat.

Lebih dari 25 tahun ayahku mengabdi sebagai Prajurit TNI, dan dengan semangat tanpa menyerah dengan bekal Ijazah SMP ayahku dapat mencapai puncak karier militer dengan pangkat Letnan Kolonel dan terakhir jabatanya adalah sebagai Kepala Gudang Pusat Munisi di wilayah timur Indonesia.

Kini ayahku telah pensiun, dengan segudang pengalaman, kekuatan, semangat dan motivasi di dalam hidupnya membuat aku selalu teringat dengan perjuangan hidup ayahku.
Kini beliau juga sudah tidak segagah dahulu, sudah tidak menempel kedua pangkat di pundaknya, tetapi semangat hidupnya masih menempel di dalam hatiku.

Beliau memang bukanlah Jendral, beliau memang bukanlah negarawan sukses yang akan dikenang orang, tapi buatku Ayahku adalah pahlawan dan motivasiku dalam menjalani hidup ini.

"Maafkan aku Ayah, jika diusia emasku aku belum mampu menjadi kebanggaanmu, tetapi aku selalu berupaya untuk mengobarkan semangat hidupmu". I love U Dad....

"Jangan putus asa cuma karena beberapa kegagalan. dalam hidup, anda cuma butuh satu keberhasilan". (Aristoteles)

2 komentar:

  1. Mas Budi. Artikel ini justru merupakan suatu penghargaan untuk ayahanda tercinta.

    Hampir mirip dengan kisah saya. Saya ke Jakarta di th 1995 utk melamar SEBA POLRI, dan ketika lulus dan kembali ke Bali, saya harus kehilangan ayah saya karena kecelakaan lalu lintas

    Ayah saya adalah seorang petani penggarap sampai akhir masa hidupnya. Saya setuju; Ayah adalah sosok pahlawan bagi kita. Karena dialah kita ada. Saya jadi teringat lagunya Ebiet G.Ade 'Titip rindu buat Ayah'.

    BalasHapus
  2. Salam kenal Mas Budiastawa..,
    Semoga artikel saya menginspirasi anda untuk selalu semangat hingga meraih sukses, saya yakin Almarhum ayah anda di alam sana akan bangga pada kesuksesan yg sudah anda raih saat ini.
    Salam sukes Luar biasa...!!

    BalasHapus